Sabtu, 23 April 2011

BATIK DAN KERAJINAN KOTA BATU

1.Buah Apel Jadi Motif Batik Khas Batu




JAUH hari sebelum United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) menetapkan batik sebagai warisan budaya milik Indonesia, Kota Batu telah menggalakkan masyarakat berbusana batik. Bahkan di kota paling barat di Malang Raya ini memiliki batik dengan motif khusus sesuai ikon Kota Batu sebagai Kota Apel.

Motifnya sangat khas identitas Kota Batu. Gambar apel ditengah lengkap dengan kawung-motif batik klasik-berupa
corak daun apel berjejer melingkar gambar apel. Diatas warna dasar krem, motif apel jenis rome beauty diberi warna hijau dengan semburat warna merah diatasnya. Sengaja apel varietas Rome Beauty yang dijadikan simbol utama karena merupakan apel varietas asli Batu.

Inilah motif khas Batu yang sedang populer. Motif batik serupa tidak hanya dikenakan masyarakat umum dan PNS Pemkot Batu saja. Tapi, Persiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengenakan motif khas Batu saat berkunjung ke Jawa Timur, bulan Februari lalu.

Tidak semua orang bisa mendesain motif batik yang sarat identitas itu. Olive Batik, adalah satu-satunya pendesain batik khas Batu. “Kami diberi order oleh Pemkot Batu untuk mendesainnya, tahun 2008 lalu,” terang Marketing Olive Batik, Ahmad Yusuf.

Begitu mendapat order, pengelola Olive Batik langsung putar otak. Sebab desainnya harus menggambarkan Kota Batu.

Mendesainnya ternyata tidak sulit bagi para ahli batik di Olive Batik walau mungkin sulit bagi kebanyakan orang. “Kami lakukan hanya sebulan saja, mulai proses awal hingga berupa kain batik,” kata Yusuf. Mengalirnya ide membuat desain motif khusus itu karena temanya datang dari lingkungan terdekat. Yakni Apel.

Setahun lalu didisain, kini ramai-ramai berbusana dengan bahan batik Khas Batu. Ingin melihat batik khas Batu itu mewarnai aktifitas masyarakat, tengok saja pada hari Jumat. 4000 PNS dan 800 orang pegawai honorer di Pemkot Batu wajib mengenakannya pada setiap Jumat.

“Usaha melestarikan batik sudah lama dilakukan di Kota Batu. Sebelum ramai-ramai pakai batik pada 2 Oktober lalu, kami sudah menggalakannya sejak tahun lalu,” kata Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Batu, Eko Suhartono.

Mengenakan batik khas dengan identitas Kota Batu memiliki banyak manfaat. Tujuan utama memang melestarikan budaya. Tujuan lainnya yakni memperkenalkan potensi yang dimiliki daerah. “Jadi selain mempromosikan apel sebagai salah satu produk pertanian unggulan, juga menambah daya tarik wisata,” terangnya. Menambah daya tarik wisata dilakukan melalui batik karena ketika melihat batik apel, orang pun tertarik melihat budidaya dan berwisata apel di Batu.

2.Aneka Kerajinan Khas Batu


 

Kota Wisata Batu juga terkenal sebagai kota sentra kerajinan di Jawa Timur. Di kota wisata ini berkembang aneka kerajinan khas seperti batik di Desa Sisir Kecamatan Batu. Di Batu terdapat tiga sanggar batik yakni Sanggar Butik Olive Batik, Raden Wijaya dan Semar. Batik asli Kota Wisata Batu sangat khas karena menonjolkan kreasi unik sesuai potensi yang ada seperti apel, sayur-sayuran, bunga dan mata uang.
Kota Wisata Batu juga mempunyai sentra kerajinan cobek yang terbuat dari batu di Dusun Rejoso, Desa Junrejo Kecamatan Junrejo. Tidak sulit bagi masyarakat luar Kota Wisata Batu untuk menemukan Dusun Rejoso, karena dusun ini sejak zaman kemerdekaan sudah menjadi salah satu pusat kerajinan cobek dari batu.
Ada juga kerajinan batu onyx di Jl Mertojoyo 130 Dadaprejo-Junrejo Batu. Kerajinan Onix ini juga sudah merambah ke Luar Negeri. Selain itu, hasil kerajinan ini juga sering diikutkan di berbagai ajang pameran di Indonesia. Anda dapat membeli berbagai bentuk kerajinan onix dengan berbagai kreasi seperti tempat buah, pajangan rumah, patung, dll.
Di Kota Wisata Batu juga terdapat berbagai sentra kerajinan gerabah, antara lain gerabah antik dan gerabah patung. Produk kerajinan ini paling banyak dipasarkan di Bali, Malaysia, dan Malang Raya. Di Bali hasil kerajinan ini banyak digunakan pada upacara adat.
Kota Wisata Batu juga memiliki pusat kerajinan gong ini di Desa Junrejo. Tepatnya di rumah salah seorang warga bernama Munaji. Meski umurnya sudah 81 tahun, Munaji masih mampu membikin alat musik khas Jawa itu. Karyanya tidak hanya dipakai untuk pelengkap musik tradisional Jawa di tanah air, tetapi juga sampai diekspor ke mancanegara.
Sejarahnya, kerajinan gong ini didirikan Munaji sejak 1945. Awalnya, dia mengaku hanya ikut pande (pembuat peralatan sawah). Lama-lama berkembang menjadi perajin gong hingga terkenal ke daratan Eropa. Gong yang diproduksi home industry ini berhasil menyelaraskan nada yang merupakan bagian paling sulit dalam proses pembuatan gong sehingga gong yang diproduksi home industry milik Munaji ini lebih unik dari gong yang ada di tempat lain. Selain memproduksi gong, home industri milik Munaji ini juga lihai membuat gendang kendang, sebagai perlengkapan gamelan.
Di kota nan sejuk ini ada seorang ahli membikin biola, namanya Moestafidz Chaeroni. Tak tanggung-tanggung kualitas biola bikinannya bisa disejajarkan dengan biola produk eropa. Moestafidz, sejak tahun 1982 lalu menekuni usaha membikin biola yang berkualitas. Lalu pada tahun 1982, dia diajak oleh teman berkebangsaan Italia, Alviano pergi ke Jakarta untuk menekuni musik. Sejak saat itu, dia berjuang keras mempelajari berbagai alat musik seperti piano, gitar, biola, dan alat gesek lain. Setelah sekian lama belajar membuat biola, Moestafidz akhirnya mampu memproduksi biola yang bisa menghasilkan bunyi lebih empuk. Pesananpun mengalir. Kini sudah ratusan biola dia hasilkan. Soal harga bervariasi, tergantung kualitasnya, mulai seharga Rp 1 juta hingga Rp 3 juta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar